Sidang Lanjutan Pemalsuan Surat di PN Dumai, 5 Saksi Akui Sewa Lahan ke Inong Fitriani Berdasarkan Surat Asli

PANTAUNEWSS.COM – Pengadilan Negeri Dumai kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan surat atas nama terdakwa Inong Fitriani, Selasa (26/6/2025). Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Taufik Abdul Halim Nainggolan, S.H. ini menghadirkan lima orang saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andi Saputra Sinaga, S.H., M.H., guna memperkuat dakwaan berdasarkan Pasal 263 KUHPidana.
Dalam perkara pidana Nomor: 134/Pid.B/2025/PN.Dum tersebut, kelima saksi yang dihadirkan lebih banyak memberi keterangan seputar praktik sewa-menyewa lahan dan kios kepada terdakwa. Mereka menyatakan menyewa langsung dari Inong Fitriani lantaran terdakwa satu-satunya pihak yang bisa menunjukkan surat asli kepemilikan lahan.
Kelima saksi itu adalah Jeki Anas (pengusaha laundry), Sulaiman (pedagang tas), Suhanda (penjual burger), Abdurrahman (penjual ayam geprek), dan Endra (penjual aksesori).
Dalam kesaksiannya, Jeki Anas mengungkapkan bahwa dirinya mulai menyewa lahan dari Inong Fitriani sejak 2021. Sebelumnya, ia pernah menyewa kepada seseorang bernama Nainggolan melalui perantara bernama Rudi pada 2018. Namun, pada 2020, kios miliknya dibongkar atas permintaan pihak lain yang mengklaim sebagai pemilik baru.
“Setelah lebaran 2020, saya pulang dari kampung dan mendapati kios saya sudah tidak ada. Tahun 2021, Ibu Inong datang menunjukkan surat asli tanah tersebut. Sejak itu, saya sewa langsung kepada beliau dan tak pernah ada lagi pihak yang mengaku-ngaku sebagai pemilik,” tutur Jeki kepada Majelis Hakim.
Jeki juga menyebut bahwa pihak-pihak seperti Nainggolan dan Dedi Handoko, yang sempat mengklaim lahan tersebut, tidak pernah memperlihatkan surat asli kepemilikan.
Senada dengan itu, saksi Sulaiman mengaku awalnya menyewa kios melalui pedagang kosmetik bernama Ikhlas dengan tarif Rp300 ribu per bulan. Namun pada 2021, ia diminta pindah oleh seseorang. Dalam kondisi itu, ia bertemu Inong Fitriani yang memintanya tetap berjualan.
“Beliau bilang tak perlu pindah. Kalau ada yang mengganggu, suruh langsung temui Ibu Inong. Hanya beliau yang bisa tunjukkan surat asli,” ungkap Sulaiman.
Saksi lain, Suhanda, juga memberikan keterangan serupa. Ia mengatakan, sebelum berurusan dengan terdakwa, ia menyewa kepada seseorang bernama Erwin yang mengaku bahwa tanah tersebut milik saudaranya.
“Erwin tak pernah tunjukkan surat. Saya sempat bayar Rp14 juta untuk dua tahun sewa. Setelah saya mulai sewa kepada Buk Inong, Erwin tidak pernah datang lagi,” jelas Suhanda.
Saksi Abdurrahman mengaku tidak mengingat lagi isi surat yang pernah diperlihatkan penyidik saat pemeriksaan di kepolisian. Namun, sejak menyewa dari Inong Fitriani, tak ada lagi pihak yang mengklaim kepemilikan lahan tersebut.
Sementara itu, saksi Endra menyatakan menyewa dari Inong Fitriani setelah ditunjukkan surat asli berukuran 59×81 depa. Ia sempat didatangi oleh pihak bernama Toton Sumali yang mengaku sebagai pemilik lahan dan hendak membongkar kiosnya.
“Saya minta surat asli, tapi katanya suratnya disimpan di bank. Tentu saya keberatan karena bangunan itu saya yang dirikan,” kata Endra.
Penasehat Hukum Tantang Keaslian Dasar Laporan
Penasehat hukum Inong Fitriani, Andi Azis, S.H., M.H., didampingi Johanda Saputra, S.H., dan Chandra Nasution, S.H., menegaskan bahwa seluruh saksi hanya menguatkan adanya praktik sewa-menyewa yang sah dengan klien mereka.
“Tidak ada yang janggal. Klien kami menyewakan lahan berdasarkan surat asli yang dimilikinya,” ujar Andi Azis.
Ia juga menegaskan bahwa pembuktian keaslian surat akan menjadi fokus dalam sidang berikutnya. “Kami siap menunjukkan bahwa surat klien kami adalah asli, bukan palsu sebagaimana tuduhan dalam dakwaan,” tegasnya.
Sidang Sebelumnya: JPU Tak Mampu Tunjukkan Surat Asli Toton Sumali
Dalam sidang sebelumnya pada Selasa (24/6/2025), JPU menghadirkan tiga saksi, namun tidak satu pun bisa memastikan keabsahan surat milik pelapor, Toton Sumali. Bahkan JPU mengakui bahwa mereka hanya mengantongi salinan (fotokopi) surat yang menjadi dasar pelaporan.
Penasehat hukum terdakwa, Johanda Saputra, menyampaikan bahwa fakta tersebut patut menjadi perhatian serius Majelis Hakim.
“Bagaimana mungkin hanya dengan fotokopi seseorang bisa dilaporkan dan dituntut secara pidana? Ini janggal dan kami harap majelis dapat menilai secara objektif,” kata Johanda.
Ia juga menyebutkan bahwa saksi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan bahwa tidak ditemukan dokumen fisik maupun warkah atas empat sertifikat yang diklaim milik pelapor dan keluarganya.
Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim turut menegur JPU karena dinilai tidak fokus dalam menggali unsur-unsur pokok perkara.
Adapun tiga saksi yang dihadirkan JPU dalam sidang tersebut adalah Jetro Andar Nainggolan dari Bank Mandiri, juru ukur BPN Dumai Muhammad Iqbal Tanjung, dan analis BPN Dumai Kristian Pandapotan Simangunsong.
Sidang lanjutan akan kembali digelar Selasa pekan depan (1/7/2025) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi tambahan dari pihak JPU. ***
Penulis: Edriwan