Gelar Konferensi Pers, Dirjen Imigrasi Tak Sebut Kronologis Kepemilikan KTP Milik JJ Warga Asal Thailand
3 min readDUMAI (BKC) – Terkait dengan Warga Negara Asing (WNA) beriniasial JJ, dikabarkan ditahan pihak Imigrasi Kelas TPI I Dumai, Kantor Wilayah Kemenkumham Riau dan Direktorat Jenderal Imigrasi menyelenggarakan kegiatan Konferensi Pers, Kamis (17/10/2024), di Kota Pekanbaru.
Konferensi Pers yang juga turut hadir jajaran Kantor Imigrasi Kelas I TPI Dumai ini, mengumumkan terkait Penanganan Dugaan Tindak Pidana Keimigrasian yang dilakukan oleh 2 (dua) orang Warga Negara Asing diduga berkebangsaan Thailand.
Disampaikan dalam layangan press rilis diterima awak media, bahwa kronologi pada hari Rabu, 2 Oktober 2024 lalu, sekitar pukul 15.00 telah datang seorang perempuan diduga WN Asing mengajukan permohonan paspor RI di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Dumai.
Selanjutnya, petugas loket pelayanan paspor Subseksi Lalu Lintas Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I TPI Dumai menerima berkas permohonan paspor baru atas nama inisial JJ.
“Dari hasil wawancara singkat, ditemukan bahwa yang bersangkutan tidak dapat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan melafalkan Pancasila. Setelah itu, petugas wawancara menyerahkan yang bersangkutan kepada petugas Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian untuk dilakukan pendalaman,” ujar Humas Imigrasi Dumai Dimas Adhi Utomo, seperti disampaikan siaran pers tersebut.
Dari hasil pemeriksaan lanjutan tersebut, diketahui bahwa yang bersangkutan mengaku sebagai warga negara Thailand yang berinisial SK. Diduga yang bersangkutan melanggar Pasal 126 huruf (c) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Sebagai tindak lanjut, petugas memberikan tindakan administratif keimigrasian berupa pendetensian.
Selain JJ, untuk kasus ibunya berinisial TK diduga berkewarganegaraan Thailand diamankan ketika mengunjungi Kantor Imigrasi Kelas I TPI Dumai pada tanggal 5 Oktober 2024. TK (Ibunya JJ) datang untuk mengunjungi anaknya yang sedang dalam proses pemeriksaan oleh petugas imigrasi.
“Selanjutnya, kami menyerahkan terduga kepada Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian di Jakarta guna memudahkan tindak lanjut dan koordinasi dengan Kedubes Thailand dalam menentukan status kewarganegaraan dan status hukum yang bersangkutan,” jelas dalam press rilis tersebut.
Disampaikan lagi, penyerahan ini berkaitan dengan upaya yang bersangkutan dalam mendapatkan paspor dengan menggunakan dokumen yang tidak sah. Dari pengembangan pemeriksaan, yang bersangkutan diduga melakukan tindak pidana keimigrasian.
Saat ditanyakan kepada Humas Imigrasi Dumai terkait kronologi kepemilikan KTP atas JJ di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Dimas tampaknya tak ingin memberikan keterangan.
“Hal ini bukan ranah Imigrasi Dumai,” ujar singkat Dimas tampak tak ingin memberikan keterangan lengkap.
Diketahui bahwa pembuatan paspor harus melampirkan dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga (KK), akta kelahiran, akta perkawinan atau buku nikah, ijazah, atau surat baptis. Selanjutnya, dalam dokumen harus tercantum nama, tempat dan tanggal lahir, nama orang tua. Jika tidak ada, pemohon dapat melampirkan surat keterangan dari instansi berwenang.
JJ Dijerat Pidana Penjara 5 Tahun dan Denda Rp500 juta
Hasil investigasi awak media, bahwa kuat dugaan KTP yang dimiliki JJ ini sah yang dikeluarkan dari Disdukcapil Dumai. Namun, pihak Imigrasi Dumai mencurigai KTP yang dikantongi JJ didapati secara tidak sah atau ilegal dengan cara memalsukan dokumen.
JJ yang dijerat hukum dengan 126 huruf (c) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang menyatakan setiap orang yang dengan sengaja memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk pembuatan paspor dipidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 juta.
Selain UU Keimigrasian, memberikan data palsu untuk membuat paspor juga dapat dijerat pasal dalam UU PDP. Hal ini dikarenakan nama lengkap, tempat dan tanggal lahir yang telah diubah atau dipalsukan sebagaimana sebutkan termasuk data pribadi yang bersifat umum dan dilindungi.
Adapun Pasal 66 UU PDP mengatur mengenai larangan membuat data pribadi palsu untuk tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Jerat pidana bagi pemalsu data pribadi adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp6 miliar. ***
Penulis: Edriwan