“Biduk Tiris”
2 min readWarning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /www/wwwroot/pantaunewss.com/wp-content/themes/newsphere/inc/hooks/hook-single-header.php on line 67
PANTAUNEWS.COM – Kau datang, serupa dalang menggugat kesetiaan. Padahal wayang yang kau inginkan bercerita tentang puak besar masa lalu yang berlumut dikekinian, sejarah berdarah-darah nan sungguh tak elok lagi dipagelarkan.
“Inilah cinta!”
Sorakmu dengan birahi bergenerasi. Regulasi mulai kau telanjangi dan separuh surga negeri ini telentang dalam ke-apatisan. Wajahmu yang culun ternyata lanun perampas penganjak batas.
“Inilah kerinduan, mari berangkulan!”
Tukukmu penuh rayuan. Tuhan, engkau begitu piawai berlakon dalam kerumunan orang-orang susah. Membeli kemiskinan dan simpati dengan receh materi, kemudian harapan mereka kau gantung tanpa tali.
Perlahan kau berubah jadi gergasi, besar, rakus dan tak manusiawi. Pemakan segala tanpa peduli, liar, pemberangus dan keji.
“Hei, mengapa pelayaran mulai salah haluan?”
Gugat segelintir orang yang mulai timbul kesadaran.
Engkau tersenyum menghanyutkan, sekaligus menakutkan.
Engkau mulai membungkam suara-suara dengan berbagai cara.
Engkau penyamun yang mulai ketahuan, sekaligus kejam.
Engkau mulai menjadikan perkara orang-orang yang mendakwa.
Dermaga tujuan semakin jauh, sauh jadi karat lusuh dan yang lebih gila kau pun kini makin berani merekayasa cuaca. Kau dan kroni memanipulasi pelayaran ini penuh prahara dan kemudian lewat propaganda tak beretika, engkau jadi yang paling berjasa.
“Kami pun mulai tak tahan dengan ombang ambing ini!”
Beberapa kelasi sadar diri bersuara berani.
Seperti biasa, dengan gaya planga-plongo kau lahirkan kebijakan sembrono. Engkau makin jumawa bak super ‘hero’ bertindak seperti ‘Bang Jago’.
Laut terbelah, orang-orang berbelahan karena kepentingan. Penghamba dan pembenci membanyak sepenuh geladak. Muka-muka tersia oleh pupuran warna dan itu sandiwara dan pura-pura.
Semua meludah muak karena janji hanya hoaks. Biduk penuh bau kicuhan dan perlu perubahan wangi agar nyaman. Tetapi begitu banyak yang masih mabuk kepayang yang membuat harapan jadi melayang.
Laut semakin luas. Laut adakalanya sakti dan beberapa rantau mempunyai tuah.
Takut tentu ada batas. Takut habis timbullah berani dan cuaca langkisau ‘kan berubah cerah. ***
(Selat Melaka kala gelap berhujan lebat, akhir Januari 2024)
Ditulis oleh: Febri Alamsyah
Editor: Edriwan