Gibran Maju di Pilkada Tanpa Lawan, Rocky Gerung: Otak Kosong vs Kotak Kosong
2 min readWarning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /www/wwwroot/pantaunewss.com/wp-content/themes/newsphere/inc/hooks/hook-single-header.php on line 67
PANTAUNEWS.COM – Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka resmi maju di pemilihan umum kepala daerah mendatang. Gibran diusung oleh partai PDIP dan dipasangkan dengan Teguh Prakoso dalam Pemilihan Wali Kota Solo pada 9 Desember 2020.
Diberitakan sebelumnya, pengamat politik menyoroti bahwa kemungkinan besar Gibran akan maju melawan kotak kosong. Analisis tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.
Majunya Gibran dalam gelaran Pilkada juga menuai reaksi dari akademisi Rocky Gerung. Rocky Gerung melalui unggahan di kanal YouTubenya mengatakan, jika melawan kotak kosong, Gibran tidak akan kalah seperti yang terjadi di Makassar Sulawesi Selatan.
“Politik Solo akan berupaya untuk menghindari itu. Artinya kemungkinan untuk dikalahkan kotak kosong akan tertutup. Jadi akan dicari cara supaya kotak kosong juga dikalahkan,” kata Rocky Gerung, dilansir dari Tribun Palu.
“Jadi meme sekarang kalau kotak kosong yang kalah, di Solo yang menang apa? Otak kosong? Jadi otak kosong versus kotak kosong,” tukasnya.
Melansir TribunWow.com, Rocky Gerung dalam kesempatan yang sama di kanal YouTubenya menggambarkan kondisi pencalonan Gibran bagaikan anak dan busur panah.
Dalam hal ini, busur panahnya yakni Presiden Jokowi, ayah Gibran. Sementara anak panahnya adalah Gibran. Menurut Rocky, anak panah itu bisa menjadi anak panah kehidupan, atau malah anak panah kekuasaan.
“Saya enggak tahu Gibran yang hari ini dipercakapkan orang, apakah ayahnya juga memaksudkan dia sebagai anak panah kehidupan atau anak panah kekuasaan,” ujar Rocky Gerung.
Melihat situasi saat ini, Rocky Gerung menuding Jokowi menggunakan anak panahnya untuk kekuasaan, yang tak lain adalah bentuk dari nepotisme.
“Kalau dia anak panah kehidupan, maka ada wisdom, yaitu sang ayah pasti mengarahkan anak panahnya supaya menjadi contoh di masa depan, menjadi contoh dari berhentinya nepotisme,” jelas Rocky Gerung.
“Tetapi justru sang ayah menjadikan anak panahnya itu contoh buruk dari nepotisme,” sambungnya.
Bukan sekedar nepotisme yang merujuk pada masih dalam batas keponakan. Karena Gibran merupakan anak kandung dari Jokowi sendiri, Rocky mengatakan majunya Gibran di Pilkada 2020 sebagai contoh dari nepotisme paling buruk.
“Jadi bukan nepos lagi, ini sudah sonsisme, putraisme, dan itu bagian paling buruk dari demokrasi.”
Lebih lanjut dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rocky menyebut Jokowi jauh lebih buruk dari rezim Soeharto yang menganut sistem otoriter.
“Dulu Pak Harto angkat Mbak Tutut, kita semua protes waktu itu. Tapi akhirnya kita mengerti karena saat itu sistemnya otoriter.”
“Pak harto kita nilai lebih fair untuk kuasai infrastruktur politik tak ada oposisi,” kata Jokowi.
Rocky Gerung bahkan mengatakan Jokowi jauh lebih otoriter ketimbang presiden kedua Republik Indonesia itu.
“Kalau dibandingkan, ya lebih otoriter Jokowi sebenarnya. Dalam sistem demokrasi terang benderang, Jokowi bermain di air keruh, mencari keuntungan dari jabatan politik. Sebut saja lebih totaliter dari sistem Orde Baru,” ungkap Rocky.
Sumber: Tribunnews.com