Pria Magelang Ini Mengurung Diri di Kamar Sejak Erupsi Merapi 10 Tahun Lalu
3 min readWarning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /www/wwwroot/pantaunewss.com/wp-content/themes/newsphere/inc/hooks/hook-single-header.php on line 67
PANTAUNEWS.COM – Seorang warga Kabupaten Magelang, Jawa Tengah terdiam dan mengurung diri di kamar selama hampir 10 tahun. Selama itu, ia tak pernah mandi dan rambutnya gimbal jadi bantal saat tidur.
Warga ini bernama Suroto (40), warga Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Dia sehari-harinya hanya berdiam diri di kamar yang bersebelahan dengan dapur rumahnya.
Suroto setiap hari berada di kamar dengan posisi tidur dan ini sudah dijalani sekitar hampir 10 tahun. Bahkan, selama ini dia hanya memakai sarung saja. Jika ada orang yang datang menjenguknya, Suroto menutup wajahnya dengan tikar maupun sarung. Selain tidak pernah mandi, rambutnya menjadi gimbal dan dijadikan bantal saat tidur.
Dia dulunya hidup normal seperti orang pada umumnya. Namun semenjak terjadi erupsi Merapi tahun 2010, kehidupan berubah. Dia mengurung diri dengan posisi tiduran. Sekalipun demikian, ibunya sering memberikan jatah makan meski kadang 3-4 hari, namun tidak dimakan.
“Suroto ini dulunya normal seperti pada orang pada umumnya. Dia termasuk orang yang mempunyai semangat hidup, semangat bekerja. Penyebab mengurung ini berawal dari tidak sinkron antarkeluarga. Contohnya, Suroto mempunyai impian atau pendapat apa saja terkadang tidak sinkron dengan orang tuanya,” ujar saudara Suroto, Sujono, saat ditemui di Dusun Keron, Jumat, 3/7/2020.
Saat masih kerja, katanya, uang diberikan kepada ibunya untuk disimpan atau ditabung. Kemudian setelah terkumpul, dia ingin membeli sepeda motor. Saat menanyakan uang tabungan tersebut, disampaikan jika uangnya telah habis untuk hidup sehari-harinya.
“Uang sudah habis dipakai hidup. Mulai saat itu, dia depresi sejak tahun 2003. Kemudian, bergejolak kayak stres, pernah melakukan aksi kriminalitas masuk penjara. Pertamanya mengurung sekitar dua tahun, terus bangun lagi bekerja seperti orang umumnya. Akhirnya, tahun 2010 setelah erupsi Merapi mulai dia tertidur lagi sampai sekarang,” ujarnya.
Sujono menyebut, Suroto hanya keluar dari kamar saat akan buang air besar ke WC yang letaknya di sebelah dapur, tak jauh dari kamarnya.
Sujono menambahkan, dari medsos ia mengetahui sosok Ardian Kurniawan Santoso dari Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) yang pernah merawat Sukiyah, warga Getasan, Kabupaten Semarang. Kemudian, ia menyampaikan persoalan itu kepada Ardian dan mendapatkan respons menanyakan alamatnya. Setelah itu, Rabu, 1/7/2020, Ardian datang ke Dusun Keron, untuk mengetahui kondisi Suroto tersebut.
“Setelah Mas Ardian datang terus memotong rambutnya. Pikiran saya hanya nengok saja, ternyata langsung dimandikan dan ternyata yang bersangkutan mau, tidak marah. Kemudian semuanya diganti dan disalini dari alasnya, sarung, sudah pakai baju, celana. Kemarin-kemarin, cuma pakai baju sama sarung,” tuturnya.
Sujono menambahkan, rambut yang dipotong dan pakaian tersebut sekarang masih disimpan. Nantinya, rambut gimbal tersebut akan dikubur.
Sementara itu, Ardian mengatakan, saat pertama kali menemui Suroto, kondisinya bau, kukunya panjang dan kumuh.
“Sebelumnya 10 tahun nggak tersentuh air dan nggak berkomunikasi. Jadi, rambutnya gembel, rambutnya nggak panjang karena buat bantal dan tidak berpakaian hanya sarungan dan kumuh sekali. Baunya minta ampun dan kukunya panjang-panjang,” kata Ardian saat ditemui di rumah Suroto.
“Rasa iba, rasa kemanusiaan tumbuh, jadi serentak hari itu (Rabu) juga saya bersihkan. Saya mandikan sama Mas Sujono. Susah sekali untuk membangunkan dan ada perasaan waswas juga, ‘jangan-jangan kalau bangun nanti ngamuk’, nggak seperti yang saya bayangkan malah nurut, tapi memejamkan mata, tapi bisa jalan dengan dipapah,” ujar Ardian.
Untuk memandikan dengan air hangat dan untuk memotong kuku harus direndam terlebih dahulu. Kuku tangan dan kakinya panjang dan keras. Setelah dimandikan, kemudian dipakaikan pakaian.
“Saya mandikan dengan air hangat biar nggak kaget. Kuku, saya rendam pakai air dulu biar bisa dipotong soalnya keras. Kuku tangan dan kaki, tapi lebih panjang kuku kakinya,” tuturnya.
Adapun kondisi sekarang, katanya, sudah layaknya seperti manusia pada umumnya. Kondisi sekarang jika dijenguk orang sudah tidak menutup wajahnya.
“Sekarang sudah kayak layaknya manusia juga. Kalau tidur normal, dulunya dijenguk orang menutup diri dengan sarung dan tikarnya. Kalau nggak sekarang nggak, cuman kalau diajak ngomong seraya nggak bisa dan meneteskan air mata,” ujarnya.
Ardian berharap ke depannya Dinas Sosial, Dinas Kesehatan bisa bekerja sama membantu dalam penanganan tersebut. Hal ini mengingat dirinya hanya sebatas relawan.
Ardian menambahkan, untuk kondisi kejiwaan sebenarnya normal. Menurutnya, Suroto hanya depresi cukup berat sehingga mengurung diri.
“Kalau secara kondisi kejiwaan normal. Dia dikatakan gila nggak, dia depresi, stres, cukup berat, mengurung diri, dia nggak mau berinteraksi dengan dunia luar, takut dan malu,” katanya.
Ibu Suroto, Sukanti (75), berharap anak ketiganya bisa pulih kembali seperti sedia kala. Pihaknya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ardian yang telah merawat dan memandikan sehingga bersih dan tidak bau lagi.
Sumber: Detik.com