Eduard Manihuruk: Penetapan Tersangka dan Penahanan Kliennya Terburu-buru
3 min readWarning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /www/wwwroot/pantaunewss.com/wp-content/themes/newsphere/inc/hooks/hook-single-header.php on line 67
PANTAUNEWS.COM – Kasus yang menimpa Penghulu Bahtera Makmur, Kabupaten Rokan Hilir Narso dengan dugaan pungli program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang telah digratiskan. Narso yang telah ditahan dan menjalani proses penyidikan di Kejaksaan Negeri Rokan Hilir diduga telah melakukan tindakan korupsi.
Kuasa Hukum Narso yang diwakili oleh Eduard Manihuruk SH pada Kantor Hukum EDUARD MANIHURUK & PARTNERS membenarkan telah mendaftarkan Gugatan Praperadilan di Pengadilan Negeri Rokan Hilir.
“Kita sudah daftarkan sebagai kuasa hukum Narso, rencananya perkara akan mulai disidangkan pada tanggal 13 April 2020,” ungkap Eduard Manihuruk, Rabu, 8/4/2020.
Sidang Praperadilan ini adalah untuk menguji tentang 2 (dua) alat bukti atas Penetapan Tersangka Narso dengan nomor : TAP-01/L.4.20/Fd.2/02/2020 tertanggal 12 Pebruari 2020, dan Surat Perintah Penahanan kepada Narso dengan nomor : Print-01/L.4.20/Fd.I/03/2020 yang telah diterbitkan Termohon Kejaksaan Negeri Kabupaten Rokan Hilir pada tanggal 23 Maret 2020.
Bahwa Pemohon telah dijerat oleh Termohon atas dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam penyimpangan pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Prona pada Kepenghuluan Bahtera Makmur Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir tahun anggaran 2017 dengan sangkaan Pasal 12 huruf e jo. Pasal 11 undang undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas undang undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi.
Eduard Manihuruk menyebutkan bahwa Pasal 12e yang isinya berbunyi “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau oang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”. Jountho (Jo) Pasal 11 yang isinya berbunyi “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya”.
Kuasa Hukum Pemohon berpendapat penetapan Tersangka dan dilakukan Penahanan terhadap Narso Kliennya, terkesan sangat terburu buru, atau bahkan kemungkinan adanya suatu target tertentu dan indikasi tertentu untuk melakukan krimalisasi terhadap Pemohon untuk mengarah kepada Penahanan.
“Dikarenakan Termohon Kejaksaan Negeri Rokan Hilir dalam melakukan penyidikan tidak fair dan tidak berimbang dalam menilai fakta keterangan dan bukti-bukti yang diserahkan Pemohon kepada Termohon yaitu bukti yang dikesampingkan Termohon Yaitu adalah Rapat Musyawarah yang tertuang dalam berita acara buah pemikiran peserta musyawarah adalah warga atau masyarakat Bahtera Makmur. Absensi musyawarah dan surat pernyataan warga atau masyarakat Bahtera Makmur yang dibubuhi Materai Rp. 6000, atas bantuan dan sumbangan yang diberikan sebesar Rp. 1.000.000.- (satu juta rupiah) terkecuali warga miskin adalah sebagai biaya operasional, dan biaya pembuatan patok batas tanah, dan lainnya seperti biaya minum, biaya makan, biaya bensin, biaya rokok dan biaya letih,” kata Kuasa Hukum Narso.
Eduard Manihuruk menjelaskan, sebagai Kuasa Hukum melihat adanya dugaan kejanggalan dalam perkara ini tentang penetapan Tersangka sampai dengan Penahanan yang dilakukan kepada Kliennya Narso, sebagaimana Pasal yang telah disangkahkan terhadap diri Klien kami.
“Sehingga kami Kuasa Hukum Pemohon melalui Permohonan Praperadilan di Penagdilan Negeri Rokan Hilir untuk menguji tentang 2 (dua) alat bukti apakah telah terpenuhi atas penetapan Tersangka dan Penahanan terhadap diri Klien kami,” jelasnya.
Menurut hematnya, dengan tidak dipertimbangkannya bukti Pemohon yaitu Hasil Rapat Musyawarah warga atau masyarakat Bahtera Makmur sebagai peserta yang memberikan buah pemikiran, absensi kehadiran warga, dan surat Pernyataan setiap warga yang memberikan bantuan atau sumbangan dengan dibubuhi Materai Rp. 6000 (enam ribu rupiah) adalah merupakan tindakan kesewenang-wenangan Termohon sebagai Penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten Rokan Hilir.
“Kami sangat khawatir, sehingga kami harus menguji melalui jalur pra peradilan di Pengadilan Negeri Rokan Hilir, melihat proses perkara ini dari hulu sampai hilir sejak adanya laporan ini, mulai dari Penyelidikan dan sampai Penyidikan adanya dugaan Termohon menabrak sejumlah aturan yang dapat mengarah pada suatu tindakan kriminalisasi kepada Pemohon Narso,” papar Lawyer Muda asal Bagan Batu tersebut.
Selanjutnya, menurut istilah yang digunakan oleh Prof. Mahfud MD menyebutkan ini sebagai istilah “Industri Hukum” yang artinya proses penegakan hukum dimana orang tidak bermasalah dibuatkan bermasalah agar berperkara.
“Orang yang tidak salah diatur sedemikian rupa menjadi bersalah, orang yang bersalah diatur sedemikian rupa menjadi tidak bersalah. Hukum ditunggangi seakan-akan barang yang bisa disetel-setel dengan keahlian dan keterampilan,” tutupnya.
Penulis: Edriwan