Ini yang Akan Terjadi pada Ekonomi RI Jika Jakarta Lockdown
2 min readWarning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /www/wwwroot/pantaunewss.com/wp-content/themes/newsphere/inc/hooks/hook-single-header.php on line 67
PANTAUNEWS.COM – Sejumlah negara, seperti Italia, Filipina dan Arab Saudi, telah menerapkan kebijakan lockdown. Tindakan itu diambil otoritas masing-masing negara guna mengurangi penyebaran virus corona atau Covid-19.
Virus corona mulai muncul pada Desember 2019 lalu di China dan kemudian menyebar ke seluruh dunia. Penyebaran secara luas di Indonesia menjadi kekhawatiran masyarakat mengingat saat ini jumlah pasien yang terjangkit virus corona di Indonesia terus bertambah secara eksponensial.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sudah menginstruksikan bahwa setiap kepala daerah bisa memutuskan tingkat kedaruratan wilayahnya masing-masing, dan menetapkan status keadaan darurat serta mengambil langkah yang diperlukan.
Menanggapi perkembangan ini, Ekonom Indef Bhima Yudisthira mengatakan, jika keadaan memburuk dan DKI Jakarta menerapkan lockdown, hal ini berpotensi membuat Indonesia mengalami krisis. Hal ini sulit dihindari mengingat DKI Jakarta merupakan pusat ekonomi Indonesia.
“Sebanyak 70% uang juga berputar di Jakarta, ada bursa efek, ada bank sentral. Terlalu berisiko kalau kita mengambil langkah lockdown. Ini akan memicu kepanikan di pasar keuangan. Maklum 38% surat utang dipegang oleh asing. Kalau serempak keluar karena panik tentunya Indonesia bisa krisis,” kata Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin, 16/3/2020.
Karena itu, dia meminta agar pengambil keputusan tidak terburu buru menerapkan lockdown di Ibu Kota. Dampak langkah itu ke distribusi pun bisa berbahaya, karena arus barang yang masuk terganggu. Jakarta mengandalkan sebagian besar bahan pangan dari luar daerah.
“Sementara Jakarta menyumbang 20% total inflasi nasional, kalau barang susah masuk, terjadi kelangkaan pastinya inflasi nasional akan tembus di atas 4-6%. Yang rugi adalah masyarakat sendiri,” jelasnya.
Apalagi, imbuh dia, ekonomi Indonesia secara struktur tidak sekuat China, tentu berbahaya jika pengambilan keputusan hanya sekadar ikut-ikutan langkah yang diambil negara lain. Dia mengingatkan, saat ini China melakukan lockdown hanya di episentrum wabah corona, yakni di Provinsi Hubei.
Adapun langkah yang lebih bijak menurutnya adalah yang diambil Singapura, yakni bukan dengan lockdown, tapi membatasi aktivitas warga lanjut usia yang dinilai paling rentan terjangkit corona. Acara-acara yang melibatkan orang banyak pun ditunda dulu, meskipun itu acara keagamaan.
“Jadi clear, tidak perlu lockdown, dan penyebaran corona bisa dicegah dengan strategi yang tepat sasaran,” tegasnya.
Sumber: Sindonews.com